Senin, 10 Oktober 2011

Nasihat Prof. Pablo bagi Para Wirausahawan

Tuesday, September 6th, 2011

oleh : Edison Lestari


Professor Pablo de HOLAN adalah Chairman of the Entrepreneurial Management at IE (Instituto de Empresa) Business School in Madrid, Spanyol. Dia telah berpengalaman mengajar dalam 3 bahasa di 17 negara.
Dengan undangan dari International Overseas Alumni (IOA) dan program MBA di IE, Professor Pablo de Holan mengunjungi Jakarta pada tanggal 26 April 2011 untuk memberikan seminar dengan topik Becoming a Winning Entrepreneur.
Edison Lestari mewawancarai Professor Pablo Martin de Holan untuk Majalah SWA.
Apa yang menjadi kesalahan yang paling umum dalam dunia entrepreneuship dan bagaimana kita bisa menghindarinya?
Wirausaha biasanya melakukan banyak kesalahan dalam perjalanannya, tetapi yang paling sering terjadi dan yang paling berbahaya adalah kehabisan cash flow. Banyak sekali hal yang dapat menyebabkan kehabisan cash flow ini, tetapi saya dapat menyatakan kalau penyebab utamanya adalah karena para pengusaha sering overestimate akan pendapatan yang bakal diterima dan underestimate akan pengeluaran untuk menjalankan sebuah bisnis. Kalau sampai hal ini terjadi, bangkrut hanyalah masalah waktu saja.
Apa yang membuat seorang wirausahawan berhasil?
Banyak sekali faktor yang membuat seorang pengusaha sukses. Yang terpenting adalah kemampuan untuk memadukan ketahanan, dalam arti kemampuan untuk mengejar sebuah impian sekalipun berada dalam tantangan berat, serta fleksibilitas, dalam arti kemampuan untuk beradaptasi terhadap even-even yang tidak diperkirakan. Adaptasi merupakan hal yang paling krusial dalam enterpreneurship karena kita bergerak dalam lingkungan yang tidak pasti dan, oleh karena itu, kita tidak dapat merencanakannya dengan tepat sebelumnya. Itulah mengapa pengusaha harus bersikap pruden, memiliki komitmen yang fleksibel, serta meredam pengeluaran sebisa mungkin.
Kalau kita harus belajar dari seorang pengusaha, dan seorang saja, siapakah dia dan mengapa?
Para pengusaha muda di balik LinkedIn, Foursquare, dan Facebook sudah jelas sangat menarik sekali. Walaupun demikian, saya lebih menyukai belajar dari para pengusaga yang memulai bisnis dengan pertumbuhan yang baik walaupun tidak seterkenal facebook. Ok, karena anda meminta satu nama saja, saya akan katakan Mark Zuckerberg. Kita dapat belajar dari dia akan pentingnya melihat sebuah kesempatan yang bagus, mengembangkan ide secara fleksibel serta bekerja keras dalam eksekusinya. Ingat kalau biografinya disebut sebagai The Accidental Billionaires.
Anda adalah seorang Ph.D dalam manajemen strategi, seberapa pentingkah strategi dalam kaitannya dengan entrepreneurship?
Krusial sekali karena bagian utama dalam sebuah start-up adalah eksekusi ide yang dirancang untuk memenuhi sebuah kesempatan. Tanpa pemahaman akan pasar di mana kita bersaing serta posisi kita secara relatif dalam pasar tersebut, kemungkinan gagal kita akan semakin besar. Beruntungnya, tidak sulit untuk memahami dan mengaplikasikan konsep dasar strategi sehingga saya sangat mendorong para pengusaha untuk mempelajari manajemen strategi.
Seberapa pentingkah business plan dalam memulai sebuah perusahaan start-up ?
Sangat penting sekali. Business plan melatih disiplin kita untuk memikirkan hal yang mungkin terlewatkan serta memastikan kita memberikan perhatian terhadap bagian dari ide bisnis kita yang penting. Tanpa business plan, kemungkinan besar anda akan “tersesat” dan menyia-yiakan energi serta uang anda.
Bukankah Mark Zuckerberg tidak memiliki business plan pada saat dia memulai Facebook?
Sebenarnya dia memiliki business plan, tetapi kenyataan dan business plan dia sangat berbeda sekali. Perbedaan dalam kasus Facebook ini adalah kesempatan yang dia miliki jauh lebih besar dari yang dia perkirakan, ide dia jauh lebih baik daripada yang dia pikirkan, dan dia mampu mengeksekusi idenya dengan brilian, mengubah apa yang harus diubah dan mengadaptasikan business plan aslinya terhadap perubahan kenyataan. Hal ini merupakan pengecualian. Biasanya, hal yang terjadi adalah sebaliknya: kesempatan yang ada tidak sebesar yang diperkirakan, ide yang kita pikirkan ternyata lemah dan eksekusinya jauh lebih sulit dari perkiraan awal.
Andaikan semuanya sama dalam kemampuan dan sumber daya yang kita miliki, apa yang harus kita mulai: membangun bisnis tradisional atau bisnis online ?
Itu semua tergantung pada siapa anda, di mana anda tinggal, dan yang terutama, apa yang ingin anda lakukan dan apa keahlian yang anda miliki. Entrepreneurship dapat diibaratkan seperti celana: ukurannya beragam, tetapi pastikan anda memilih yang sesuai dengan anda.
Apa rahasia agar sukses pitching di depan investor?
Pikirkan sisi mereka. Anda mengerti mengapa anda membutuhkan uang mereka, tetapi anda juga harus ingat bahwa mereka harus mengerti mengapa mereka dapat mempercayakan uang mereka kepada anda. Pastikan anda menjawab semua masalah mereka. Bila hubungannya bersifat tidak simetris, dalam artian mereka memiliki apa yang anda inginkan tetapi anda tidak memiliki apa yang mereka inginkan, pitching anda tidak akan menarik bagi mereka.
Berbeda dari negara maju lainnya, venture capital dan private equity tidak terlalu aktif di Indonesia. Dengan demikian, apa tipsnya untuk mendapatkan dana?
Sama seperti para pengusaha dari belahan dunia lainnya, yaitu dengan mendapatkannya dari apa yang disebut dengan 3F: friend, family and fools, terutama di tahapan awal. Modal dari perusahaan venture capital memang sangat menarik sekali, tetapi mereka hanya dapat mendanai sejumlah kecil perusahaan saja. Bila anda yakin anda akan mendirikan perusahaan yang layak didanai VC, anda mungkin harus terbang ke kota atau negara yang banyak memiliki VC, baik di Asia maupun di Amerika.
Apakah anda menemukan korelasi antara entrepreneurship dengan pertumbuhan ekonomi dari sebuah negara?
Ya, akan tetapi itu jauh lebih kompleks dari yang kita perkirakan. Ekonomi maju memiliki lebih banyak entrepreneurship berbasiskan kesempatan dan itu hal yang wajar karena mereka memang memiliki lebih banyak kesempatan. Dengan demikian, perusahaan dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi ini melalui proses yang disebut sebagai creative destruction. Dengan perkataan lain, bagi negara maju, entrepreneurship merupakan penyebab sekaligus konsekuensi dari pertumbuhan sekaligus kontributor utama terhadap pertumbuhan yang berkelanjutan.
Dalam konteks ekonomi berkembang, kebanyakan entrepreneur-nya didorong oleh kebutuhan, yaitu karena dia harus mendapatkan nafkah untuk keluarganya. Tipe pengusaha seperti ini akan membantu ekonomi tetapi tidak akan semaksimal tipe creative destruction. Jelas negara berkembang membutuhkan entrepreneurship dan mereka harus mendorong entrepreneurship berbasiskan kesempatan karena tipe inilah yang akan menjadi bahan bakar untuk transformasi yang dibutuhkan oleh negara berkembang.
Dengan pengalaman mengajar di 17 negara, negara mana yang menurut anda memiliki semangat kewirausahaan dan apa yang dapat kita pelajari dari mereka?
Saya menyaksikan kalau semangat kewirausahaan di seluruh belahan dunia, sehingga kita tidak dapat mengklaim kalau negara atau etnis tertentu memiliki semangat kewirausahaan yang lebih dalam. Walaupun demikian, saya melihat kalau semangat tersebut tidak dibina di beberapa tempat sehingga mereka tidak dapat berbuat banyak. Perumpamaannya adalah seseorang yang memiliki bakat dalam olahraga tetapi tidak mendapatkan fasilitas latihan; jelas dia tidak akan dapat mengembangkan talentanya semaksimal mungkin. Sangat penting untuk membiarkan para entrepreneur mengembangkan semangat mereka, memfasilitasi bisnis mereka, membiarkan mereka mengambil resiko dan mendapatkan imbalan dari usaha mereka.
Dengan demikian, apa yang harus Indonesia perbuat untuk mendorong kewirausahaan?
Hal yang yang sangat berguna untuk mendukung semangat entrepreneurship dalam negara berkembang adalah menghilangkan hambatan yang memperlambatnya. Proses yang birokratis merupakan contoh yang paling gampang: beberapa tempat membutuhkan 2 bulan untuk mendirikan sebuah perusahaan. Secara umum, entrepreneur membutuhkan pihak yang memungkinkan mereka dapat bergerak dengan cepat, termasuk pemerintah, bank dan layanan publik. Mereka juga harus dilindungi dari apa yang disebut dengan “well-intentioned failure“. Kalau anda gagal, dan konsekuensinya melekat seumur hidup dengan anda, jelas anda akan takut memulai bisnis. Kalau saya harus menyarankan satu hal, saya akan menyarankan agar hambatan yang menghalangi entrepreneur dihilangkan segera dan kemudian fokus pada isu lainnya seperti kredit dan pendidikan kewirausahaan. Mengajari masyarakat untuk mengerti apa yang dibutuhkan untuk menjadi seorang entrepreneurdan bagaimana melakukannya adalah cara yang manjur untuk membangkitkan semangat kewirausahaan yang banyak dimiliki oleh masyarakat, tetapi mereka tidak tahu bagaimana melakukannya. ***

Tingkatkan Edukasi, Citi Indonesia Sempurnakan Program “Uang Anda”

Thursday, November 18th, 2010

oleh : Eva Martha Rahayu


Masyarakat Indonesia masih banyak yang mengalami kesulitan dalam menerapkan prinsip-prinsip keuangan yang baik. Hal ini menunjukkan masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap manajemen keuangan. Publik umumnya mengeluhkan kompleksnya persoalan finansial dan kesulitan dalam memahami istilah-istilah keuangan sebagai tantangan.
Contoh, kebiasaan menyisihkan porsi yang tetap untuk tabungan hari tua, belum banyak dilakukan oleh masyarakat. Padahal, bayangan uang dan angka tidak seharusnya menjadi momok. Apabila disajikan dalam format sederhana dan bahasa sehari-hari yang mudah dicerna, urusan finansial pun menjadi mudah dipahami dan praktis diimplementasikan.
Citi Indonesia percaya bahwa setiap individu dapat memperoleh manfaat optimal dari perencanaan keuangan yang bijak. Untuk itu, melalui Citi Peka, bank asing ini menghadirkan beragam inisiatif pendidikan keuangan bagi semua lapisan masyarakat, yaitu acara “Uang Anda” di televisi.
Dengan format siaran televisi, program “Uang Anda” disajikan dalam bentuk tips dan saran singkat yang mudah dimengerti dan diaplikasikan, sehingga tayangan ini jauh dari rumit dan membosankan,” ujar Shariq Mukhtar, Citi Country Officer for Indonesia.
Menurut Shariq, Citi Indonesia berkomitmen tinggi dan berusaha terus menerus meningkatkan edukasi keuangan secara menyeluruh bagi rakyat Indonesia. Program ini pertama kali diluncurkan tahun 2007 dan setelah mengudara selama 4 tahun program ini terbukti relevan dengan kebutuhan masyarakat dengan 71% pemirsa loyal.
Diakui Shariq, program Uang Anda juga telah memberikan manfaat kepada masyarakat luas. Tahun 2009, sebanyak 3 juta orang menyaksikan program Uang Anda. Citi Indonesia meneruskan kesuksesan ini dengan mengembangkan acara ke dalam format lebih besar. Sejumlah penyempurnaan lain juga dilakukan agar program ini dapat terus menjawab kebutuhan masyarakat.
Tahun ini, “Uang Anda” akan disiarkan di TVRI dan hadir dalam 34 episode, lebih banyak dibanding tahun sebelumnya. Keputusan pemindahan ini didasari keinginan Citi untuk membawa program ke khalayak atau pemirsa lebih luas lagi.
1
Tidak hanya memilih stasiun televisi dengan jangkauan luas dan juga menambah jumlah episode yang akan disiarkan, Citi juga meningkatkan durasi episodenya menjadi 15 menit, lebih panjang dari durasi sebelumnya yang hanya 5 menit. Hal ini dimaksudkan agar dapat mencakup lebih banyak topik keuangan untuk membantu pemirsa. Pembahasan yang akan disajikan, antara lain, tentang mengatur dana pendidikan anak, memilih investasi, merancang tabungan bersama dan masih banyak lagi.
Di tengah-tengah perubahan ini, program “Uang Anda” tetap mempertahankan gaya penyajian khasnya yang disukai pemirsa, yakni dialog interaktif dengan bahasa sederhana. Penonton juga dapat mengirimkan pertanyaan seputar keuangan kepada tim ‘Uang Anda’ melalui info@uanganda.or.id untuk dibahas pada episode selanjutnya. Program “Uang Anda” akan dibawakan oleh host Rina Dewi Lina yang memiliki sertifikasi Certified Financial Planner dan berpengalaman di bidang perencanaan keuangan.

Weber Shandwick: Mayoritas CEO Perusahaan Kakap Tidak Eksis di Social Media

Saturday, October 16th, 2010

oleh : Eddy Dwinanto Iskandar



Dalam hasil riset yang dirilis firma public relations global Weber Shandwick  terungkap bahwa mayoritas CEO (64%) dari perusahaan besar dunia tidak menggunakan social media. Artinya, para pemimpin tersebut tidak terlibat secara online dengan pemegang kepentingan (stakeholder) eksternal. Padahal, “ Social media sangat berpotensi sebagai alat yang mendukung komunikasi langsung,” “ ungkap Chris Perry, Presiden Weber Shandwick Digital Communications.
Ditambah lagi dengan jumlah pengguna internet sebesar 1.96 miliar di seluruh dunia, hal tersebut semakin menguatkan argumen Weber Shandwick bahwa para CEO seharusnya berada diantara masyarakat yang menonton, membaca, berbicara dan mendengar di Internet.
Berbagai temuan tersebut sejatinya diungkapkan dalam survei Weber Shandwick bertitel, “Socializing Your CEO: From (Un)Social to Social.”Survei tersebut mengamati aktifitas komunikasi publik yang dilakukan oleh 60 pemimpin perusahaan dari 50 perusahaan besar dunia.  Rinciannya, 20 perusahaan di Amerika Serikat, 27 di Eropa, 9 di Asia Pasifik, dan 4 di Amerika Latin. Sekadar catatan, beberapa perusahaan memiliki beberapa CEO di tahun 2009.
Survei tersebut juga mengungkapkan sembilan dari 10 CEO dari 50 perusahaan (93 %) melakukan komunikasi eksternal melalui metode tradisional: 93 % diantaranya dikutip pada publikasi global dan bisnis serta 40 % diantaranya berpartisipasi dalam kaitannya melalui keterlibatan eksternal, non-investor dan audiens.
Adapun saat ini kebanyakan kehadiran CEO di dunia online hanya sebatas yang terdapat dalam Wikipedia, sebuah ensiklopedia online dimana CEO dan timnya tidak bertanggung jawab terhadap publikasinya.
 “Analisis kami mengenai CEO yang menjabat di seluruh dunia mengatakan bahwa media tradisional masih bertahan sebagai saluran komunikasi eksternal. Hal yang sudah berubah adalah bagaimana CEO secara perlahan memadukan komunikasi tradisional dengan jaringan sosial dan saluran dimana mereka dapat menjaring lebih banyak stakeholder,”kata Leslie Gaines-Ross, kepala strategi reputasi Weber Shandwick danahli reputasi online.
Menurut Gaines-Ross terdapat banyak ‘alasan’ para CEO enggan eksis di social media. Beberapa contohnya adalah, pertama waktu yang ada lebih baik diluangkan kepada pelanggan dan pegawai. Kedua, reputasi merekayang sepanjang waktu berada pada level terendah di kalangan masyarakat umum, ketiga, laba atas investasi yang belum tercatat, keempat lantarankonsultan hukum yang cenderung berhati-hati terhadap hal apapun yang berbau ’selebriti CEO’.
Meski demikian, Weber Shandwick memberikan tips“Six Rules of The Road” (“Enam Peta Jalan”) bagi CEO agar semakin ‘eksis’ di dunia social media Caranya pertama, kenali praktik online terbaik dari pergaulan CEO terutama yang terbaik di kelasnya.  Kemudian, bentuk dan kembangkan sesuai zona nyaman CEO bersangkutan. Kedua, mulailah dengan hal-hal dasar seperti video atau foto. Coba pilah dan kumpulkan pesan CEO sesuai masing-masing tujuan online.
Ketiga,  simulasikan partisipasi social media dari CEO bersangkutan. Pelajari feedbacknya sebelum mensosialisasikan diri. Mulailah komunikasi online secara internal, walau melalui komunikasi internal, semua pesan dapat menyebar ke luar dengan mudah. Keempat, putuskan secara tegas waktu yang dapat diberikan oleh seorang CEO dalam bersosialisasi. Waktu dapat bervariasi mulai sekali dalam seminggu sampai sekali dalam sebulan atau sekali dalam seperempat bulan atau lebih sering. Jadikan diri CEO itu sendiri sebagai penentu waktu. Kelima, susunlah narasi yang mampu mengundang perhatian audiens yang berkaitan dengan reputasi perusahaan. Dan terakhir, sadarilah bahwa kebutuhan sosialisasi menjadi bagian penting dari program manajemen reputasi perusahaan. Aturlah reputasi sosial CEO bersangkutan maupun reputasi perusahaan anda.
Dengan keenam langkah tersebut diyakini akan lebih banyak lagi CEO yang eksis di social media. “ Kurang lebih 4 dari 10 social CEO (CEO yang aktif di social media) dalam analisis Weber Shandwick dapat dikatakan sebagai perintis saat ini, tetapi dalam waktu singkat, akan banyak pemimpin yang menggambarkan perusahaan sebagai transparan, mudah diakses dan terpercaya. Sosial CEO akan menjadi umum suatu hari nanti,” ujar Gaines-Ross.